Laporan Praktikum Persemaian (Silvika)

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persemaian adalah suatu tahapan yang dilakukan dalam silvikultur. Persemaian dapat dikatakan sebagai awal pelaksanaan dalam kegiatan silvikultur. Dalam lingkungan pengelolaan hutan produksi secara lestari, persemaian sebagai tahap awal kegiatan untuk pemenuhan bibit yang dibutuhkan di dalam kegiatan penanaman, baik rehabilitasi maupun pengayaan guna mengembalikan kondisi dan fungsi hutan agar fungsi produksi pada rotasi berikutnya menjamin keberlanjutan.

Selain itu, kegiatan persemaian ini dilaksanakan untuk menghasilkan bibit yang siap digunakan dalam kegiatan rehabilitasi tempat tanpa peneduh, sehingga proses penutupan tanah dapat dipercepat sehingga akan menurunkan laju erosi. Dilihat dari sisi tersebut, kegiatan persemaian juga memiliki fungsi dalam menjamin keberlanjutan fungsi lingkungan. Dari sisi lain berdasarkan aspek penggunaan tenaga kerja, kegiatan persemaian juga merupakan salah satu indikator yang menunjukkan upaya guna mendukung tercapainya kelestarian fungsi sosial.

Kunjungi juga : Laporan Praktikum Silvikultur - Perawatan, Pengukuran, dan Pemetaan Balangeran

Dalam sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), kegiatan persemaian atau merupakan tindak lanjut dari hasil Inventarisasi Tegakan Tinggal (ITT) yang dilaksanakan 2 tahun setelah pemanenan. Hasil kegiatan ITT senantiasa memberikan gambaran berapa luasan areal yang memerlukan rehabilitas dan berapa luas yang harus dilakukan pengayaan. Berdasarkan luasan areal tersebut, dengan mempertimbangan jarak tanam yang akan digunakan, maka kebutuhan bibit yang harus dipersiapkan dapat dihitung.

1.2 Tujuan Praktikum
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui cara pembuatan persemaian dan pembibitan tanaman yang berkualitas dan siap tanam.

1.3 Manfaat Praktikum
Dengan melakukan praktikum ini, mahasiswa dapat menciptakan bibit yang berkualitas yang siap tanam.

II. KAJIAN TEORI
2.1 Persemaian
Persemaian adalah tempat atau areal untuk kegiatan mengelola benih atau bagian tanaman lain menjadi bibit siap ditanam ke lapangan (Kurniaty & Danu, 2012). Pada umumnya, persemaian mempunyai dua tipe, yaitu persemaian tetap (permanen) dan persemaian tidak tetap (Fandeli, 1984). Kedua tipe persemaian tersebut mempunyai persyaratan-persyaratan agak berbeda. Persemaian tidak tetap membutuhkan persyaratan yang lebih sedikit dibandingkan dengan persemaian permanen. Persemaian tidak tetap yaitu satu persemaian yang lokasinya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Perpindahan lokasi persemaian ini biasanya mengikuti dan mendekati lokasi tanaman. Persemaian tidak tetap berlangsung hanya periode panenan semai. Pada persemaian ini biasanya berlangsung paling lama dalam waktu lima tahun. Persemaian permanen lokasinya menetap di suatu tempat. Persemaian ini tidak mempertimbangkan jauh dan dekatnya tanaman.

Persemaian permanen berada di suatu tempat lebih lama dari lima tahun dan biasanya sarana material dan peranan yang ada di persemaian yang lebih baik kualitasnya dan lebih mahal harganya. Persemaian permanen pada umumnya membutuhkan biaya yang lebih tinggi dari pada persemaian tidak tetap dalam kegiatan investasinya. Sebaliknya biaya pemeliharaan dapat ditentukan lebih rendah dan dapat diusahakan efisiensi sehingga oleh karenanya biaya pembuatan setiap semai lebih rendah dibanding dengan biaya persemaian tidak tetap (Fandeli, 1984).

Laporan praktikum persemaian akan membahas tentang bagaimana persemaian yang baik untuk menghasilkan bibit siap tanam. Persemaian adalah tempat atau areal untuk kegiatan mengelola benih atau bagian tanaman lain menjadi bibit siap ditanam ke lapangan (Kurniaty & Danu, 2012). Pada umumnya, persemaian mempunyai dua tipe, yaitu persemaian tetap (permanen) dan persemaian tidak tetap (Fandeli, 1984). Kedua tipe persemaian tersebut mempunyai persyaratan-persyaratan agak berbeda. Persemaian tidak tetap membutuhkan persyaratan yang lebih sedikit dibandingkan dengan persemaian permanen.

Kegiatan persemaian dilakukan untuk memilih atau menyeleksi bibit yang pertumbuhannya baik dan sehat untuk ditanam di areal yang luas. Tanah yang disediakan untuk persemaian sebaiknya diolah dahulu yaitu dicangkul dan digaruk serta diberi pupuk kandang atau kompos, satu minggu sebelum penanaman dengan perbandingan 1:1. Lebar bedengan persemaian yang umumnya digunakan berkisar 1-1,2 m dan panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan penanaman (Astanto et al., 2000).

Persemaian secara umum tidak memerlukan tanah yang terlalu subur. Hal ini dikarenakan pertumbuhan bibit pada tanah subur terlalu cepat. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya persemaian dilakukan pada tanah yang kurang subur sehingga pertumbuhannya tidak terlalu cepat secara menyeluruh namun relatif mengalami pertumbuhan akar lebih besar pada bibit dari pada batang bibit. Fiandika (2006) menjelaskan bahwa pemeliharaan tanaman persemaian dapa dilakukan di dalam petak (kotak) tanah dengan menggunakan kantong-kantong kertas atau di bedengan dan memiliki jarak yang tidak terlalu lebar dan sempit supaya kegiatan pemindahan atau pemisahan tanaman lebih mudah. 

2.2 Sengon (Paraserianthes falcataria L.)
Klasifikasi dari pohon sengon adalah sebagai berikut (Warisno, 2009):
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Super division : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Sub classis : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Paraserianthes
Spesies : Paraserianthes falcataria L. 

Paraserianthes falcataria L., juga dikenal dengan nama sengon, merupakan salah satu jenis pionir serbaguna yang sangat penting di Indonesia. Jenis ini dipilih sebagai salah satu jenis tanaman hutan tanaman industri di Indonesia karena pertumbuhannya yang sangat cepat, mampu beradaptasi pada berbagai jenis tanah, karakteristik silvikulturnya yang bagus dan kualitas kayunya dapat diterima untuk industri panel dan kayu pertukangan. Di beberapa lokasi di Indonesia, sengon berperan sangat penting baik dalam sistem pertanian tradisional maupun komersial. Daerah penyebaran sengon cukup luas, mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Flores dan Maluku (Charomaini dan Suhaendi 1997).

Kunjungi juga : Pemeliharaan Tanaman Balangeran (Laporan Praktik RHL)

Pohon sengon umumnya berukuran cukup besar dengan tinggi pohon total mencapai 40 m dan tinggi bebas cabang mencapai 20 m .Diameter pohon dewasa dapat mencapai 100 cm atau kadang-kadang lebih, dengan tajuk lebar mendatar.Apabila tumbuh di tempat terbuka sengon cenderung memiliki kanopi yang berbentuk seperti kubah atau payung.Pohon sengon pada umumnya tidak berbanir meskipun di lapangan kadang dijumpai pohon dengan banir kecil.Permukaan kulit batang berwarna putih, abu-abu atau kehijauan, halus, kadang-kadang sedikit beralur dengan garis-garis lentisel memanjang. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda dengan panjang sekitar 23–30 cm. Anak daunnya kecilkecil, banyak dan perpasangan, terdiri dari 15–20 pasang pada setiap sumbu (tangkai), berbentuk lonjong (panjang 6–12 mm, lebar 3–5 mm) dan pendek kearah ujung. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau pupus dan tidak berbulu sedangkan permukaan daun bagian bawah lebih pucat dengan rambut-rambut halus (Soerianegara and Lemmens 1993, Arche dkk. 1998).

Bunga sengon tersusun dalam malai berukuran panjang 12 mm, berwarna putih kekuningan dan sedikit berbulu, berbentuk seperti saluran atau lonceng. Bunganya biseksual, terdiri dari bunga jantan dan bunga betina. Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, tidak bersekat-sekat dan berukuran panjang 10–13 dan lebar 2 cm. Setiap polong buah berisi 15–20 biji. Biji sengon berbentuk pipih, lonjong, tidak bersayap, berukuran panjang 6 mm, berwarna hijau ketika masih muda dan berubah menjadi kuning sampai coklat kehitaman jika sudah tua, agak keras dan berlilin (Soerianegara dan Lemmens 1993).

Kayu sengon pada umumnya ringan, lunak sampai agak lunak. Kayu terasnya berwarna putih sampai coklat muda pucat atau kuning muda sampai coklat kemerahan. Pada pohon yang masih muda, warna kayu teras dan kayu gubal tidak begitu jelas perbedaannya (berwarna pucat), tetapi pada kayu yang lebih tua perbedaannya cukup jelas (Soerianegara dan Lemmens 1993). Kerapatan kayu berkisar antara 230 dan 500 kg/m3 pada kadar air 12–15%. Serat kayunya lurus atau saling bertautan dan teksturnya cukup kasar tetapi seragam. Kayu sengon tidak tahan lama ketika digunakan di tempat terbuka; sangat rentan terhadap berbagai jenis serangan serangga dan jamur. Hasil pengujian kayu di Indonesia menunjukkan bahwa kayu sengon rata-rata dapat bertahan (tidak rusak) selama 0,5–2,1 tahun apabila diletakkan di atas permukaan tanah. Meskipun demikian, kayu yang telah diberi bahan pengawet bisa lebih tahan hingga 15 tahun di daerah beriklim tropis (Soerianegara dan Lemmens 1993).

Kayu sengon dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti bahan konstruksi ringan (misalnya langit-langit, panel, interior, perabotan dan kabinet), bahan kemasan ringan (misalnya paket, kotak, kotak cerutu dan rokok, peti kayu, peti teh dan pallet), korek api, sepatu kayu, alat musik, mainan dan sebagainya. Kayu sengon juga dapat digunakan untuk bahan baku triplex dan kayu lapis, serta sangat cocok untuk bahan papan partikel dan papan blok. Kayu sengon juga banyak digunakan untuk bahan rayon dan pulp untuk membuat kertas dan mebel (Soerianegara dan Lemmens 1993).

Kunjungi juga : Pemeliharaan dan Pemupukan Tanaman Balangeran (Laporan Praktikum)

Sebagai jenis pengikat nitrogen, sengon juga ditanam untuk tujuan reboisasi dan penghijauan guna meningkatkan kesuburan tanah (Heyne 1987). Daun dan cabang yang jatuh akan meningkatkan kandungan nitrogen, bahan organik dan mineral tanah (Orwa dkk. 2009). Sengon sering ditumpangsarikan dengan tanaman pertanian seperti jagung, ubi kayu dan buah-buahan (Charomaini dan Suhaendi 1997). Sengon sering pula ditanam di pekarangan untuk persediaan bahan bakar (arang) dan daunnya dimanfaatkan untuk pakan ternak ayam dan kambing. Di Ambon (Maluku), kulit pohon sengon digunakan untuk bahan jaring penyamak, kadang-kadang juga digunakan secara lokal sebagai pengganti sabun (Soerianegara dan Lemmens 1993).

III. METODE PRAKTIK
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum silvika mengenai persemaian dilakukan di Kebun Bibit Rakyat (KBR) Silva II pada tanggal 28 Maret – 16 Juni 2018.

3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan di dalam kegiatan praktikum adalah cangkul, kamera, kertas, parang, dan pulpen. Sedangkan bahannya adalah air, biji sengon sebanyak 500, polybag, tanah subur, dan papan.

3.3 Cara Kerja
  • Mempersiapkan bedeng persemaian, dibersihkan dari gulma dan dikondisikan untuk masing-masing bedeng dapat berfungsi.
  • Mempersiapkan polybag (500 kantong/kelompok) dan media tanamnya berupa tanah subur dan pasir dengan perbandingan 3:1.
  • Polybag yang telah siap ditanam dan telah disusun rapi dalam bedengan dibiarkan selama 1 minggu.
  • Menyiapkan benih sengon, dengan cara seleksi benih yang baik dan tidak baik.
  • Perlakukan benih sengon: letakkan benih sengon di tempat kemudian tuangkan air panas (<1000C) sampai dingin. Biji yang terapung tidak dipergunakan.
  • Menaburkan benih yang telah siap ditanam, masing-masing 2 biji per polybag.
  • Melakukan penyiraman setiap hari, terutama apabila tidak turun hujan.
  • Membersihkan dari gulma yang tumbuh pada setiap polybag.
  • Mencatat jumlah benih yang tumbuh setiap hari, sehingga diperoleh keseluruhan dari benih yang ditanam.
  • Melaksanakan praktikum sampai dengan minggu II bulan Juni.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan Tahap I
Pada tahap ini, pengamatan pada persemaian dilakukan sebelum penyulaman dengan mengamati 3 blok dari 10 blok bibit yang sudah disemaikan. Hal ini dikarenakan bibit yang berkecambah hanya terdapat pada ke tiga blok dengan jumlah 150 bibit. Praktikum ini dilakukan dengan mengamati tinggi batang dan daun yang sudah tumbuh. Hasil dari pengamatan tersebut kemudian dirata-ratakan dan dapat dilihat pada tabel di bahwa ini.

Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Semai Sengon
Pengukuran Tinggi (cm) Jumlah Daun
P. 1 P. 2 P. 1 P.2
Rata-Rata 4,44 5,32 41,80 55,11

Pada pengamatan ini, ukuran tertinggi batang benih sengon pada pengukuran awal adalah 7,6 cm dengan jumlah daun terbanyak adalah 88 helai. Sedangkan ukuran terpendeknya adalah 0,3 cm dengan jumlah daun yang paling sedikit adalah 10 helai. Pada pengukuran terakhir, tinggi batang semai sengon mencapai 8,1 cm dengan jumlah daun terbanyak adalah 120 helai dan ukuran batang semai sengon terpendek adalah 0,5 cm dengan jumlah daun paling sedikit 12 helai. Selanjutnya, nilai rata-rata pertumbuhan tinggi sengon pada kegiatan awal adalah 4,44 cm dengan rata-rata jumlah daun 41,40 helai.

Sedangkan pada kegiatan akhir adalah 5,32 rata-rata pertumbuhan tinggi dan 55,11 rata-rata jumlah daun. Meskipun ada perbedaan nilai rata-rata dimana lebih tinggi dan banyak di kegiatan akhir, semai sengon tidak dapat terhindar dari kerusakan atau terserang penyakit. Hal ini dapat dilihat pada hasil persemaian diperoleh jumlah daun berkurang pada pengukuran akhir di beberapa semai sengon. Kerusakan ini ditandai dengan perubahan warna daun dengan menjadi kekuningan dan terjatuh dari tempatnya. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian di dalam jurnal hutan tropis, penyebab kerusakan tertinggi yaitu terserang penyakit karena faktor abiotik dengan bagian tanaman yang banyak diserang yaitu daun dengan ditandai perubahan warna daun menjadi kuning, dengan tingkat keparahan paling banyak yaitu 50%-59% (Dina Naemah & Susilawati, 2015).

4.1.1 Persentasi Tumbuh Benih
Hasil dari data praktikum yang telah dilakukan akan dilihat persentasi hidupnya dengan rumus berikut ini (Panduan Praktikum, 2018).

Persen (%) Tumbuh Benih = (Benih yang tumbuh)/(Benih yang disemai) x 100%

Dengan rumus yang tertera diatas, maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

Persen (%) Tumbuh Benih = 150/500 x 100%
                            = 30%

Dari hasil perhitungan persentasi menunjukan bahwa jumlah benih sengon yang tumbuh sebanyak 30% dari jumlah total 500 benih yang ditaburkan.

4.1.2 Grafik Pertumbuhan Benih
Untuk melihat tingkat pertumbuhan pada semai sengon, maka perlu dibuat di dalam bentuk grafik yang tertera di bawah ini sebagai berikut.

Laporan praktikum persemaian akan membahas tentang bagaimana persemaian yang baik untuk menghasilkan bibit siap tanam. Persemaian adalah tempat atau areal untuk kegiatan mengelola benih atau bagian tanaman lain menjadi bibit siap ditanam ke lapangan (Kurniaty & Danu, 2012). Pada umumnya, persemaian mempunyai dua tipe, yaitu persemaian tetap (permanen) dan persemaian tidak tetap (Fandeli, 1984). Kedua tipe persemaian tersebut mempunyai persyaratan-persyaratan agak berbeda. Persemaian tidak tetap membutuhkan persyaratan yang lebih sedikit dibandingkan dengan persemaian permanen.

Pertumbuhan batang sengon pada pengukuran awal memiliki tinggi rata-rata 4,44 cm sedangkan tinggi rata-rata pada pengukuran terakhir adalah 5,32 cm. Dari hasil ini diperoleh bahwa tinggi batang semai sengon mengalami pertambahan hingga sampai pada pengukuran terakhir. Selain itu, jumlah daun juga mengalami pertambahan berdasarkan jumlah rata-rata yang diperoleh dimana pada pengukuran awal jumlah rata-ratanya adalah 41,80 helai sedangkan jumlah rata-rata daun pada pengukuran terakhir adalah 55,11 helai.

4.2 Hasil Pengamatan Tahap II
Pada tahap yang ke dua, pengamatan pada persemaian dilakukan setelah penyulaman dengan mengamati 7 blok yang sudah disulam. Persentasi tumbuh pada benih yang telah disulam dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Panduan Praktikum, 2018):

Persen (%) Tumbuh Benih = (Benih yang tumbuh)/(Benih yang disemai) x 100%

Dengan rumus tersebut diperoleh:

Persen (%) Tumbuh Benih = 350/350 x 100%
      = 100%

Hasil perhitungan menunjukan tingkat pertumbuhan yang terjadi setelah penyulaman adalah 100%. Dengan hasil persentasi tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan benih memiliki hasil yang optimal setelah dilakukan penyulaman.

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
  • Benih pada persemaian dapat mengalami kerusakan ataupun terserang penyakit yang ditandai dengan berubahnya warna daun menjadi kuning dan gugur.
  • Pertumbuhan benih yang disemai mengalami peningkatan sampai pada waktu pengukuran terakhir.
  • Daun pada benih sengon yang disemaikan tidak keseluruhan bertambah.
5.2 Saran
Setelah melakukan pengukuran pada benih sengon yang telah disemai, alangkah baiknya untuk melakukan praktikum lebih lanjut mengenai persemaian ini. Hal itu dilakukan supaya dapat mengetahui cara pengendalian kerusakan yang terjadi pada semai sengon dan juga untuk mengatasi terserangnya penyakit.

Pustaka:
Arche, N., Anin-Kwapong, J.G. dan Losefa, T. 1998. Botany and Ecology. Dalam: Roshetko, J.M. (ed.) Albizia and Paraserianthes production and use: a field manual, 1–12. Winrock International, Morrilton, Arkansas, AS.

Astanto dan Eko Arento, 2000. Pendugaan Kebutuhan Benih Pada Alat Permanen Kedelai dengan Pembagi Silinder. Jurnal Hortikultura. 19 (2): 21.

Charomaini, M. dan Suhaendi, H. 1997. Genetic variation of Paraserianthes falcataria seed sources in Indonesia and its potential in tree breedingprograms. Dalam: Zabala, N. (ed.) Workshop international tentang spesies Albizia dan Paraserianthes, 151–156. Prosiding workshop, 13–19 November 1994, Bislig, Surigao del Sur, Filipina. Forest, Farm, and Community Tree Research Reports (tema khusus). Winrock International, Morrilton, Arkansas, AS.

Dina Naemah dan Susilawati. 2015. Identifikasi Kesehatan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria L). Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat : Vol. 3 No. 2 halaman 161 https://media.neliti.com/media/publications/81066-ID-none.pdf diakses pada 20 Juni 2018 pukul 20.00 WIB

Fandeli, 1984. Persemaian dan Teknik Pengenalan Beberapa Ham di Persemaian, Tanaman Muda dan Tua Pada Hutan Tanaman Industri Informasi Teknisi No.43/1984. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Balai Pembenihan Bogor.

Fiandika, 2006. Penyemaian Benih. di dalam http://arienlaporan.blogspot.com/2014/05/laporan-penyemaian-benih-sayuran.html diakses pada 5 Juni 2018 pukul 15.48 WIB

Heyne, T. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta, Indonesia.

Kurniaty dan Danu, 2012. Teknik Persemaian. Bogor. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Kehutanan

Orwa, C dkk. 2009. Agroforestry tree database: a tree reference and selection guide version 4.0. http://www.worldagroforestry.org/ treedb2/ AFTPDFS/Paraserianthes_falcataria.pdf

Soerianegara, I. dan Lemmens, R.H.M.J. 1993. Plant resources of South-East Asia 5 (1): Timber trees: major commercial timbers. Pudoc Scientific Publishers, Wageningen, Belanda.

Warisno, Dahana K. 2009. Investasi Sengon: Langkah Praktis Membudidayakan Pohon Uang. Gramedia Pustaka. Jakarta

close